Senin, 18 Maret 2013

Profesi Pilot, Co-Pilot, Pramugari/a dalam Pandanganku

sebagaimana dimuat di OPINI | Rabu, 23 Desember 2009 | 06:53 WIB

Dua hari kemarin adalah pengalaman yang sangat berharga dalam hidupku. Meski bukan kali ini aku harus pulang pergi dengan menggunakan sebuah maskapai penerbangan, namun entah kenapa kemarin aku benar-benar berempati dengan para pekerja udara. Ramalan BMG yang menyebut bahwa Selasa sampai Kamis kemarin ekstrem membuat aku sempat kebat-kebit.
Selama ini saya kerap membaca artikel yang menyudutkan profesi para pekerja udara. Sedikit banyak, meski saya selalu mencoba untuk tidak mudah dipengaruhi oleh berbagai macam “provokasi”, namun harus saya akui, sempat terlintas bahwa artikel yang berpijak pada sebuah penelitian itu memiliki unsur-unsur kebenaran meski mungkin hanya seujung jari.
Namun, kejadian Selasa Malam, 22 Desember 2009 benar-benar menghenyakan batin saya. Dalam penerbangan Jakarta- Semarang dengan menggunakan satu maskapai yang merupakan maskapai favorit saya karena beberapa alasan yang sangat rasional antara lain : ketepatan waktu jadwal terbangnya alias hampir tidak pernah saya mengalami delay, bentuk “body” pesawat yang gemuk pendek karena menurut logika saya bentuk “body’ pesawat seperti itu memberi unsur kekukuhan, hingga pada “kenyamanan” karena kepiawaian pilot dan co-pilot dalam mengemudikan pesawat yang menurut bahasa anak pertama saya yang juga pernah terbang bersama maskapai tersebut “seperti orang pacaran” begitu lembut dan sangat halus.
Harus saya akui, sempat artikel dari sebuah situs ternama yang sempat membuat 3 serial bersambung bertajuk ” Skandal Cinta Pra-Pi (3)” yang juga menjadi ‘link” dari situs pertemanan saya sedikit banyak membuat saya “mengira-ira” benar tidaknya apa yang disampaikan pada artikel tersebut. Tapi hari ini, pandangan saya sangat jelas dan bening – setidaknya dari sudut pandang saya tentu – bahwa semua “tuduhan” itu harus segera ditiadakan.
Saat berbincang-bincang dengan seorang yang telah saya anggap seperti kakak perempuan saya sendiri – dan kebetulan dia adalah seorang istri dari “pekerja pertama udara” mengakui bahwa musim penghujan membuathati dia jauh lebih cemas. Pasalnya sebagai seorang istri yang telah mendampingi sekian lama dan kebetulan dia adalah mantan pramugari telah memahami kondisi-kondisi cuaca yang membahayakan penerbangan.
Betapa tidak, setiap saat – di langit yang begitu luas – kondisi yang luar biasa dapat saja terjadi. Ada seorang kawan yang pernah menjadi friendlist saya yang kebetulan juga merupakan “pekerja udara” berkata bahwa mereka “para pengemudi udara” dididik untuk siap menghadapi kondisi yang “tidak normal” sebab kalau kondisi normal, orang biasa saja dengan sedikit belajar bisa menerbangkan pesawat karena begitu luar biasanya design dari sebuah pesawat yang sudah automatic.
Terguncang dan terperangkap meski tidak terlalu lama dalam cuaca yang ekstrem mendadak seperti itu membuat batin saya berbisik “Berapa banyak uang rela kamu korbankan untuk keselamatan penerbangan ini ??” Astaqfirullah..betapa banyaknya uang yang diterimakan rasanya tidak sebanding dengan “pengorbanan” yang mereka.
Ketika langit bergolak menguncang penerbangan sesuai dengan apa yang saya khawatirkan sebelumnya – terlebih hampir semua penerbangan di tunda karena alasan “operasional” tumben-tumbenan membuat hati saya tercekam ketakutan. Akhirnya saya menjawab dalam hati, Ya Allah, please..saya rela mengikhlaskan semua uang yang ada pada saya saat ini demi keselamatan penerbangan ini..** hehe…lucunya ternyata pada penerbangan malam itu saya benar-benar kehilangan dompet saya yang kebetulan kecil, padat berisi lantaran saya duduk di exit window, tas harus diletakkan di atas..kebetulan saya ingin membeli gift dan souvenir di inlight shop, saya keluarkan dompet saya dan ketika saya ingin naik taxi..ups..baru sadar dompet saya tidak ada – tapi terima kasih buat staf maskapai tersebut yang telah rela membantu saya mencari dompet saya tersebut, sayang tidak ketemu..never mind dari awal saya sudah mengiklaskannya**
Hehe..begitulah gara-gara dialog singkat dengan batin kecil saya, akhirnya saya menyadari..saya ingin mengatakan kepada semua para pekerja udara – “SALUDO!! Itulah perjuangan hidup!” demi mencari segengam berlian **jangan hanya sesuap nasi dong..nga cucok** kalian rela mempertaruhkan keselamatan hidup di atas langit biru. Kepada my sista sayang….teruskan kesetiaanmu dalam mendampingi “Belahan Jiwamu” betapa bangganya aku padamu Sis..atas kepercayaanmu pada Imam – mu. Tak terpengaruh dengan artikel miring yang bergentayangan di dunia maya tentang “kehidupan miring para pekerja udara” dan untuk “Imam” dari my Sista dan all the gank..luar biasa!! Karena anda telah mampu menunjukkan dimana seharusnya cinta, kasih sayang , kepercayaan dan komitmen pada lembaga pernikahan diletakkan!
Buat orang-orang yang masih bisa memiliki pemikiran kurang tepat terhadap “hidup para pekerja udara” please….stop pemikiran negative tentang mereka! Bagaimana mungkin mereka rela diri mereka sewaktu-waktu akan terjun ke neraka jahanam selama-lamanya dalam kehidupan keabadian mereka hanya karena mereka harus meninggalkan keluarga terkadang sampai 4 hari, berada di lingkungan mess dan hotel yang sangat “memungkinkan” terjadinya hal-hal yang “diinginkan” sementara setiap mereka melangkahkan kaki untuk bertugas – di atas langit hanya ada tangan Tuhan yang menjaga “burung besi” tempat mereka bertugas dari kejatuhan ?? Bukankah justru keindahan langit biru yang menawan justru makin melekatkan batin mereka kepada Sang Maha Pencipta seluruh alam ?? Ketika saat langit bergolak, mereka harus mampu mengalahkan kecemasan mereka dan tetap melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggungjawab.
Bahkan ketika tangan-tangan badai menguncang..semua itu hanya akan menambah mereka merasa dekat dengan Allah Yang Maha Merajai ?? Mengingat bahwa “kematian” hanya sejengkal di depan mata – masih sanggupkah mereka mengadaikan keimanan mereka demi kesenangan duniawi yang begitu cepat menghilang dan menukarnya dengan azab neraka yang tak berkesudahan??
Tak hanya itu, meski baru sekali ini saya pulang pergi dengan mengunakan pesawat yang sama – pergi jam 20.00 WIB malam hari dan kembali pukul 06.30 WIBtelah cukup membuat saya kapok mengambil pasangan jam terbang yang sama. Padahal secara periodik para pekerja udara mendapat giliran waktu yang sama dari waktu ke waktu…
Kepada para semua pekerja udara..bersemangatlah!!!! hari padat merayap dalam bertugas euy!! Musim liburan bagi semua orang = hari penuh kesibukan bagi seluruh pekerja udara..fiuh..lagi-lagi mengingatkan aku tentang betapa besarnya sebuah pengorbanan.Namun percayalah doa orang-orang tercinta akan selalu menyertai langkah saat dalam bertugas!!

Tidak ada komentar: